Menurut perasaan kita, ruang yang kita tempati,
misalnya ruang dalam mobil, tidak berubah baik ketika mobilnya diam
maupun ketika mobilnya bergerak. Inipun dapat kita buktikan dengan
mengukurnya dengan meteran.Begitu pula dengan waktu. Menurut perasaan kita, baik dalam keadaan bergerak maupun diam, waktu berjalan sama saja.Jadi, kita tidak merasakan perbedaan ukuran ruang
dan waktu, baik ketika kita diam, maupun ketika kita bergerak. Ini
dibuktikan dengan alat ukur, meteran dan jam, yang kita bawa. Memang
demikianlah adanya. Ruang dan waktu di dalam mobil itu memang mutlak
bagi orang yang berada di dalam mobil tersebut. Kalimat terakhir ini akan terdengar lebih keren bila “mobil” kita ganti dengan “kerangka acuan”.
Ruang dan waktu dalam suatu kerangka acuan adalah
mutlak bagi orang yang berada di dalam kerangka acuan itu. Apakah
kerangka acuannya bergerak atau diam, tak jadi soal.
RUANG DAN WAKTU ADALAH RELATIF.
Kalau kita sedang berada dalam
kendaraan yang bergerak dengan kecepatan tetap, seandainya suara dan
getaran mesin bisa diisolasi dan kita memejamkan mata, maka kita tidak
akan merasakan bahwa kedaraan kita sedang bergerak. Ruang dan waktu
(pada kendaraan) yang sedang bergerak dengan kecepatan tetap, tanpa
akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan), nama lainnya adalah kerangka acuan yang lembam (terjemahan TAUFIK MAHLAN dari inertial frame of reference).
Hukum-hukum fisika pada kerangka acuan yang lembam berlaku sama dengan
hukum-hukum fisika pada kerangka acuan yang diam. Dengan kata lain, bagi
hukum-hukum fisika, bergerak dengan kecepatan tetap, sama saja dengan
diam, sepanjang pengamatan atau pengukuran dilakukan di dalam kerangka
acuan itu sendiri (ini salah satu postulat relativitas khusus). Itulah
sebabnya pramugari dapat mengedarkan makanan dan minuman ketika pesawat
sudah mencapi kecepatan jelajahnya (kecepatan tetap).
KECEPATAN CAHAYA
Seperti umumnya teori-teori ilmiah, teori relativitas khusus ini merupakan rangkuman
dan pengejawantahan teori-teori sebelumnya. Dimulai oleh Copernicus
(pertengahan abad ke 16) dengan hipotesanya yang mengegerkan gereja
(heliosentrisitas, bumi mengelilingi matahari), yang dibuktikan oleh
teleskop Galileo seabad kemudian. Sejak itu mulai dipersoalkan apakah
benar ada kerangka acuan yang “diam”, yang menurut para pemuka agama
adalah Bumi. Bukankah benda-benda langit itu semuanya bergerak, dan Bumi
merupakan salah satunya, dan akan lebih mudah membuat perhitungan
mengenai posisi bintang-bintang bila Bumi diperhitungkan sebagai
mengorbit matahari? Tak ada kerangka acuan istimewa yang benar-benar
diam. Semuanya bergerak relatif satu sama lain. Boleh saja menetapkan
Bumi sebagai pusat jagat raya, tetapi ini namanya cari perkara, karena
perhitungan jadi sulit dan tak memperbaiki apa-apa.
Seabad sebelum Einstein mengemukakan teori
relatifitas khusus, James Clerk Maxwell mengemukakan teori gelombang
elektromagnetik, dan Hendrik Lorentz memperkenalkan rumus transformasi
ruang yang bergerak.
Rumus Maxwell terdiri atas empat persamaan differensial, yang salah satu solusinya adalah dua gelombang
sinusoidal yang tegaklurus satu sama lain, dan berbeda fasa sembilan
puluh derajat. Yang satu adalah gelombang elektrik, sedangkan yang
satunya gelombang magnetik. Dua gelombang ini selalu ada bersamaan, dan
menjalar dengan kecepatan konstan. Kecepatannya ditentukan oleh
permeabilitas magnetik (mu) dan konstanta dielektrik (epsilon). Gabungan gelombang ini disebut gelombang elektromagnetik.
Rumus Lorentz memiliki konstanta lain, dulu ditulis v, sekarang diganti c, yaitu kecepatan cahaya.
Transformasi Lorentz menjadi bermakna atau jelas bila kecepatan gerak
kerangka acuan atau benda dapat diperbandingkan dengan kecepatan cahaya.
Pada kecepatan normal sehari-hari yang kita kenal, dampak transformasi
Lorentz tak terlihat.
Transformasi Lorentz menghasilkan rumus penciutan ruang pada
kerangka acuan yang bergerak (bila diukur dari kerangka acuan yang
diam). Makin dekat kecepatan gerak kerangka acuan dengan kecepatan
cahaya, makin ciut ruangannya. Pada kecepatan cahaya, panjang pada sumbu
gerak itu jadi nol (diukur dari kerangka acuan yang diam).
Rumus Maxwell memberikan kecepatan rambat gelombang
elektromagnetik, sedangkan Lorentz menjadikan kecepatan cahaya sebagai
konstanta dalam rumusnya. Kecepatan rambat gelombang Maxwell ternyata
sama dengan kecepatan cahaya bila harga permeabilitas magnetik dan
konstanta dielektrik diambil untuk ruang hampa (vacum). Sekarang,
permeabilitas magnetik ruang hampa disebut konstanta magnetik (uo), sedangkan konstanta dielektrik ruang hampa disebut konstanta listrik (eo).
Berdasarkan fakta ini maka disimpulkan bahwa cahaya
tidak lain adalah gelombangelektro magnetik. Sekarang semua faham bahwa
gelombang elektromagnetik mencakup seluruh spektrum, mulai dari
inframerah, radio, gelombang mikro, cahaya tampak, ultraungu, sinar-x,
sampai sinar gama, semuanya merupakan gelombang elektromagnetik
(penyebutan sesuai dengan urutan frekuensi, dari rendah ke tinggi).
Semuanya menjalar dengan kecepatan yang sama dalam ruang hampa, 300000
kilometer per detik (angka dibulatkan).
KECEPATAN CAHAYA ADALAH MUTLAK (SELALU SAMA, DIUKUR DARI KERANGKA ACUAN MANAPUN)
Misalkan anda sedang meluncur di angkasa luar
dengan kecepatan 1000 kilometer per detik menuju ke arah pesawat luar
angkasa saya yang sedang berhenti, karena saya sedang membeli gado-gado.
Lalu anda menyalakan lampu depan pesawat ruang angkasa anda. Menurut
pikiran umum, maka cahaya lampu depan pesawat anda akan meluncur menuju
ke arah saya dengan kecepatan 301000 kilometer per detik (kecepatan
rambat cahaya ditambah kecepatan gerak pesawat anda). Menurut Einstein,
tidak. Kecepatan rambat cahaya lampu anda tetap 300000 kilometer per
detik. Ini satu lagi postulat dalam relativitas khusus.
Dalam relativitas khusus, yang mutlak adalah
kecepatan cahaya ini. Jadi, kalau saya berada 600000 kilometer jauhnya
pada saat anda menyalakan lampu, saya akan melihat nyala lampu anda dalam
dua detik waktu saya (lebih tepat: ketika saya melihat nyala lampu
anda, saya tahu anda menyalakannya dua detik yang lalu). Berdasarkan
sinyal lampu anda itu saya perhitungkan anda akan tiba di tempat saya,
melintasi pesawat saya, dalam 600 detik. Tetapi menurut jam
anda, anda melintasi titik tempat saya berada kurang dari 600 detik
sejak anda menyalakan lampu. Jam anda lebih lambat dari jam saya. Saya
(yang diam) lebih cepat tua dibandingkan anda (yang bergerak).
Seandainya pada saat yang sama ketika anda
menyalakan lampu anda, saya juga menyalakan senter ke arah anda, dengan
menggunakan aljabar biasa saya peroleh angka 1,993355 detik sebelum anda
melihat sinar dari lampu senter saya. Tetapi perhitungan tadi
menyiratkan bahwa kecepatan sinar lampu senter saya dalam penjalarannya
menemui anda adalah kecepatan cahaya (300000 km/detik) ditambah
kecepatan anda menyongsongnya (1000 km/detik), atau 301000 km/detik.
Tidak. Peristiwa ini sudah masuk dalam wilayah relativistik, sehingga
jam anda melambat, dan anda sudah akan melihat sinar lampu senter saya
(menurut jam anda) kurang dari 1,993355 detik. Menurut pengamatan anda,
kecepatan sinar lampu senter saya adalah 300000 km/detik juga.
KONSTANTA c
Kecepatan cahaya biasa direpresentasikan oleh c. Dalam transformasi Lorentz, c adalah konstanta, sekalipun memiliki satuan. Dalam astronomi atau kosmologi, c menjadi satuan jarak, karena jarak antar galaksi biasa dinyatakan dalam tahun cahaya, karena kalau dinyatakan dalam kilometer maka terlalu banyak nol-nya.
Istilah yang lebih tepat untuk c mungkin bukan kecepatan cahaya, tetapi kecepatan (maksimum) penjalaran informasi.
Tetapi kenyataannya memang kita melihat dengan cahaya atau gelombang
elektromegnetik. Untuk melihat di tempat gelap kita menggunakan bantuan
kamera inframerah. Pada spektrum tampak, mata kita dapat melihat
langsung, asal bendanya memantulkan cahaya tampak atau bercahaya. Untuk
melihat pesawat terbang kita menggunakan radio (radar). Untuk mendeteksi
bintang kita menggunakan pesawat penerima pada spektrum sinar-x sampai
sinar gamma. Semuanya menjalar pada c dalam vakum. Semuanya gelombang elektromagnetik.
Jadilah pilot atau pramugari kalau mau awet muda
dikutip dari artikel Taufik Mahlan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar